BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Diabetes melitus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetik
dan klinik termasuk heterogen
diakibatkan karena hilangnya toleransi
karbohidrat (Price, 2006).
Menurut Suyono (2007), diabetes melitus tipe II
adalah suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin
ataupun kedua hal tersebut.
Berbagai penelitian epidemologi menunjukkan
adanya kecendrungan peningkatan
angka insiden dan prevalensi DM tipe
II di berbagai penjuru dunia dan
menurut WHO (World Health
Organisazation), Indonesia
menempati urutan keempat terbesar, data dari
Ditjen Bina Yanmedik mencatat
(2009), kasus diabetes melitus II sebesar
2.178 atau sekitar 2,38%. Menurut
data Non-Communicable pada MDGs
(Millenium
Development Goals) tercatat
jumlah penduduk di Indonesia
yang mengidap penyakit diabetes
melitus tipe II sebesar 5,7% dari
keseluruhan jumlah penduduk dan
1,1% diantaranya meninggal dunia
karena penyakit tersebut. Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik
Indonesia (Anonimity, 2006)
jumlah penduduk Indonesia dengan
prevalensi diabetes melitus tipe
II di daerah urban sebesar 14,7% dan
daerah rural 7,2% dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penduduk
dengan asumsi prevalensi diabetes
melitus tipe II mencapai 12 juta
diabetesi. Sedangkan untuk di
daerah Jawa Tengah pada tahun 2011,
2
prevalensi penyakit diabetes
melitus tipe II mengalami peningkatan
sebesar 9,7% dengan prevalensi
tertinggi di kota Semarang (Depkes,
2011).
Menurut Suyono (2007), penyakit
diabetes melitus tipe II merupakan
penyakit degeneratif yang sangat
terkait pola makan. Pola makan
merupakan gambaran mengenai
macam-macam, jumlah dan komposisi
bahan makanan yang dimakan tiap
hari oleh seseorang. Gaya hidup
perkotaan dengan pola diit yang
tinggi lemak, garam, dan gula secara
berlebihan mengakibatkan berbagai
penyakit termasuk diabetes melitus.
Penelitian yang telah dilakukan
di Jepang pada dari tahun 2006 sampai
2011 lalu membuktikan bahwa
peningkatan jumlah gerai restoran dengan
jumlah peningkatan prevalensi
diabetes melitus tipe II berbanding lurus.
Selain pola makan, faktor lain
yang memberikan andil sangat besar
pada prevalensi penyakit diabetes
melitus tipe II adalah faktor keturunan
atau genetik. Hal ini terbukti
pada beberapa penelitian yang telah
membuktikan bahwa orang yang
memiliki riwayat keluarga menderita DM
lebih berisiko daripada orang
yang tidak memiliki riwayat DM. Hal ini
selaras dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan
terjadinya diabetes melitus tipe
II akan meningkat dua sampai enam kali
lipat jika orang tua atau saudara
kandung mengalami penyakit ini, risiko
untuk mengalami diabetes tipe II
pada kembar identik 75-90%, yang
menandakan bahwa faktor genetik
(keturunan) berperan sangat penting.
3
Kurangnya latihan fisik atau
olahraga juga merupakan salah satu
faktor terjadinya diabetes
melitus tipe II. Menurut penelitian yang telah
dilakukan di Cina beberapa waktu
yang lalu, jika seseorang dalam
hidupnya kurang melakukan latihan
fisik ataupun olahraga maka
cadangan glikogen ataupun lemak
akan tetap tersimpan di dalam tubuh,
hal inilah yang memicu terjadinya
berbagai macam penyakit degenratif
salah satu contohnya diabetes
melitus tipe II (Yunir dan Soebardi, 2008).
Secara epidemologik diabetes
melitus tipe II, mungkin tidak
terdeteksi dan onset atau mulai
tejadinya diabetes 7 tahun sebelum
diagnosis dikatakan, sehingga
mordibitas dan mortalitas dini terjadi pada
kasus tidak terdeteksi ini.
Penelitian lain menyatakan bahwa populasi
diabetes tipe II akan meningkat
5-10 kali lipat karena terjadinya perubahan
peilaku rural-tradisional menjadi
urban. Faktor risiko yang berubah secara
epidemologi diperkirakan adalah
gaya hidup beresiko, salah satunya
adalah pola makan yang tidak sehat,
contohnya yaitu semakin banyak
penduduk Indonesia yang menikmati
makanan cepat saji di berbagai
restoran. Selain itu, faktor
risiko lain adalah kurangnya aktifitas jasmani
atau olahraga, lebih lamanya
obesitas, bertambahnya usia dan
hiperinsulinemia, dan semua
faktor ini berinteraksi dengan faktor genetik
yang berhubungan dengan
terjadinya diabetes melitus tipe II (Gustaviani,
2007).
Puskesmas Nusukan, Surakarta
merupakan puskesmas induk yang
terdapat di Kelurahan Nusukan,
Banjarsari. Berdasarkan studi
4
pendahuluan pada tanggal 18
Februari 2013 tercatat data dari rekam medis
Puskesmas Nusukan pada periode
bulan Januari hingga Desember 2012
sebanyak 489 kunjungan diabetes
melitus tipe II atau sekitar 9,2% dari
jumlah kunjungan umum atau
sebanyak 150 orang pasien. Dari uraian di
tersebut peneliti tertarik untuk
meneliti Hubungan Antara Pola Makan,
Genetik dan Kebiasaan Olahraga
Terhadap Kejadian Diabetes Melitus
Tipe II di Wilayah Kerja
Puskesmas Nusukan, Surakarta.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah apakah terdapat
“Hubungan Antara Pola Makan,
Genetik dan Kebiasaan Olahraga terhadap
Kejadian Diabetes Melitus Tipe II
di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan,
Surakarta”.
C. Tujuan
Penellitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pola
makan, genetik dan kebiasaan
olahraga terhadap kejadian
diabetes melitus tipe II di wilayah kerja
Puskesmas Nusukan, Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan hubungan pola
makan terhadap kejadian diabetes
melitus tipe II di wilayah kerja
Puskesmas Nusukan, Surakarta.
b. Menjelaskan hubungan genetik
terhadap kejadian diabetes melitus
tipe II di wilayah kerja
Puskesmas, Surakarta.
5
c. Menjelaskan hubungan kebiasaan
olahraga terhadap kejadian
diabetes melitus tipe II di
wilayah kerja Puskesmas Nusukan,
Surakarta.
D. Manfaat
Penelitian
1. Keilmuan dan Teori
Menambah ilmu terutama dalam
kesehatan masyarakat yang
berhubungan dengan pola makan,
genetik, kebiasaan olahraga dan
diabetes melitus tipe II.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Bagi pendidikan ilmu keperawatan
sebagai bahan bacaan dan wawasan
bagi mahasiswa, khususnya
mahasiswa keperawatan dalam hal
pemahaman mengenai pola makan,
genetik dan kebiasaan olahraga
pada penderita diabetes melitus
tipe II.
3. Bagi Penderita Diabetes dan
Keluarga
Bagi penderita diabetes dan
keluarga dapat memberikan gamabaran
mengenai pola makan dan kebiasaan
olahraga, sehingga masyarakat
mampu mengetahui pola makan yang
baik dan mengetahui manfaat
latihan fisik atau olahraga bagi
penderita diabetes.
4. Bagi Peneliti
Untuk memproleh pengalaman dalam
hal mengadakan riset sehingga
akan terpacu meningkatkan potensi
diri sehubungan dengan pola
makan, genetik dan kebiasaan
olahraga pada penderita diabetes,
khususnya diabetes melitus tipe
II.
6
E. Keaslian
Penelitian
1. Ekowati (2005), tentang
Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula
Sewaktu pada Klien denga Diabetes
Melitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Blora. Desain
penelitian cross-sectional, pola
makan diketahui dengan
menggunakan formulir food recall 24 jam,
kadar gula diukur glukosa digital
secara acak atau sewaktu, dilakukan
2 kali sehari sebelum dicatat
pola makannya. Hasil : responden dengan
kadar GDS normal 26,7% dan tidak
normal 73,3%. Responden dengan
pola makan sesuai 30% dan tidak
sesuai 70%. Data sinalisis dengan
chi-square, dengan α=0,05, df=0,32, berarti p > 0,05 yang
artinya
terdapat hubungan yang bermakna
antara pola makan yang sesuai diet
dengan kadar GDS normal.
2. Wakhidah (2011), tentang
Hubungan Pengetahuan Daftar Bahan
Makanan Penukar terhadap Asupan
Makanan dan Kadar Glukosa
Darah Penderita Diabetes Melitus
Tipe II Rawap Inap di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta. Jenis
penelitian iniadalah observasional
dengan pendekatan cross-sectional.
Sampel penelitian adalah pasien
diabetes melitus tipe II yang
dirawat inap di RS PKU Muhammadiyah
Surakara, analisa data dengan
menggunakan uji Pearson Product
Moment dengan sampel
sebesar 38 responden. Hasil : tingkat
pengetahuan pada sampel
penelitian adalah 78,9% dalam kategori
kurang, 52,6% asupan energi
defisit berat, 42,1% asupan protein
normal, 34,2% asupan lemak
defisit berat, dan asupan karbohidrat
7
responden 63,3% defisit berat,
57,9% sampel penelitian mempunyai
kadar glukosa darah yang tidak
terkendali. Sehingga tidak ada
hubungan antara pengetahuan
daftar BMP dengan asupan makan
(asupan energi, energi
karbohidrat, asupan protein dan asupan lemak)
dan tidak ada hubungan antara
tingkat pengetahuan tentang daftar
BMP dengan kadar glukosa darah
sewaktu.
3. Sartika (2013), tentang
Hubungan Pola Makan dengan Kejadian
Penyakit Diabetes Melitus Tipe
II. Penelitian ini bersifat deskriptif
analitik dengan rancangan cross-sectional
(potong lintang). Metode
pengambilan sampel yang digunakan
yaitu purposive sample yaitu
sebanyak 80 orang di Poliklinik
Interna BLU RSUP
Prof.Dr.R.D.Kandaou Manado,
instrumen penelitian adalah kuesioner
penelitian yang terdiri dari 15
pertanyaan, dimana jawaban dari
pertanyaan tersebut akan
dianalisa menggunakan uji chi-square ke
dalam program SPSS. Hasil :
terdapat pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan nilai p= 0,00, nilai
p ini lebih kecil dari nilai α= 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan pola makan
dengan kejadian diabetes melitus
tipe II di Poliklinik Interna BLU
RSUP Prof.Dr.R.D.Kandaou Manado
4. Wicaksono (2011), tentang
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Diabetes Melitus Tipe
II. Penelitian ini merupakan studi
epidemologi observasional
analitik dengan melakukan pengamatan
terhadap subjek penelitian
menggunakan metode studi kasus kontrol,
8
dengan pengambilan sampel secara purposive
sample sebanyak 30
responden sebagai kasus dan 30
sebagai kontrol di Poliklinik Dalam
Rumah Sakit Dr.Kariadi.
Pengolahan data dan analisis data dilakukan
dengan bantuan komputer SPSS for
windows versi 15, data analisis
secara deskriptif dan analitik
untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan terikat diuji
dengan chi-square dan untuk
mengetahui masing-masing faktor
risiko kejadian diabetes melitus tipe
II menggunakan Odd Ratio.
Hasil : usia ≥ 45 tahun (OR= 3,0 ;95% CI
1,04-8,60) dan riwayat keluaga
(OR= 42,3 ;95% CI 9,5-187,2).
Regresi logistik menunjukkan
bahwa riwayat keluarga dan kebiasaan
merokok mempunyai pengaruh 75% terhadap diabetes
melitus tipe II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar