Senin, 01 Februari 2016

bahasa inonesia pak asis




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik
dan klinik termasuk heterogen diakibatkan karena hilangnya toleransi
karbohidrat (Price, 2006). Menurut Suyono (2007), diabetes melitus tipe II
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
ataupun kedua hal tersebut. Berbagai penelitian epidemologi menunjukkan
adanya kecendrungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe
II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health
Organisazation), Indonesia menempati urutan keempat terbesar, data dari
Ditjen Bina Yanmedik mencatat (2009), kasus diabetes melitus II sebesar
2.178 atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs
(Millenium Development Goals) tercatat jumlah penduduk di Indonesia
yang mengidap penyakit diabetes melitus tipe II sebesar 5,7% dari
keseluruhan jumlah penduduk dan 1,1% diantaranya meninggal dunia
karena penyakit tersebut. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
Indonesia (Anonimity, 2006) jumlah penduduk Indonesia dengan
prevalensi diabetes melitus tipe II di daerah urban sebesar 14,7% dan
daerah rural 7,2% dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penduduk
dengan asumsi prevalensi diabetes melitus tipe II mencapai 12 juta
diabetesi. Sedangkan untuk di daerah Jawa Tengah pada tahun 2011,
2
prevalensi penyakit diabetes melitus tipe II mengalami peningkatan
sebesar 9,7% dengan prevalensi tertinggi di kota Semarang (Depkes,
2011).
Menurut Suyono (2007), penyakit diabetes melitus tipe II merupakan
penyakit degeneratif yang sangat terkait pola makan. Pola makan
merupakan gambaran mengenai macam-macam, jumlah dan komposisi
bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh seseorang. Gaya hidup
perkotaan dengan pola diit yang tinggi lemak, garam, dan gula secara
berlebihan mengakibatkan berbagai penyakit termasuk diabetes melitus.
Penelitian yang telah dilakukan di Jepang pada dari tahun 2006 sampai
2011 lalu membuktikan bahwa peningkatan jumlah gerai restoran dengan
jumlah peningkatan prevalensi diabetes melitus tipe II berbanding lurus.
Selain pola makan, faktor lain yang memberikan andil sangat besar
pada prevalensi penyakit diabetes melitus tipe II adalah faktor keturunan
atau genetik. Hal ini terbukti pada beberapa penelitian yang telah
membuktikan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga menderita DM
lebih berisiko daripada orang yang tidak memiliki riwayat DM. Hal ini
selaras dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan
terjadinya diabetes melitus tipe II akan meningkat dua sampai enam kali
lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini, risiko
untuk mengalami diabetes tipe II pada kembar identik 75-90%, yang
menandakan bahwa faktor genetik (keturunan) berperan sangat penting.
3
Kurangnya latihan fisik atau olahraga juga merupakan salah satu
faktor terjadinya diabetes melitus tipe II. Menurut penelitian yang telah
dilakukan di Cina beberapa waktu yang lalu, jika seseorang dalam
hidupnya kurang melakukan latihan fisik ataupun olahraga maka
cadangan glikogen ataupun lemak akan tetap tersimpan di dalam tubuh,
hal inilah yang memicu terjadinya berbagai macam penyakit degenratif
salah satu contohnya diabetes melitus tipe II (Yunir dan Soebardi, 2008).
Secara epidemologik diabetes melitus tipe II, mungkin tidak
terdeteksi dan onset atau mulai tejadinya diabetes 7 tahun sebelum
diagnosis dikatakan, sehingga mordibitas dan mortalitas dini terjadi pada
kasus tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan bahwa populasi
diabetes tipe II akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadinya perubahan
peilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara
epidemologi diperkirakan adalah gaya hidup beresiko, salah satunya
adalah pola makan yang tidak sehat, contohnya yaitu semakin banyak
penduduk Indonesia yang menikmati makanan cepat saji di berbagai
restoran. Selain itu, faktor risiko lain adalah kurangnya aktifitas jasmani
atau olahraga, lebih lamanya obesitas, bertambahnya usia dan
hiperinsulinemia, dan semua faktor ini berinteraksi dengan faktor genetik
yang berhubungan dengan terjadinya diabetes melitus tipe II (Gustaviani,
2007).
Puskesmas Nusukan, Surakarta merupakan puskesmas induk yang
terdapat di Kelurahan Nusukan, Banjarsari. Berdasarkan studi
4
pendahuluan pada tanggal 18 Februari 2013 tercatat data dari rekam medis
Puskesmas Nusukan pada periode bulan Januari hingga Desember 2012
sebanyak 489 kunjungan diabetes melitus tipe II atau sekitar 9,2% dari
jumlah kunjungan umum atau sebanyak 150 orang pasien. Dari uraian di
tersebut peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Antara Pola Makan,
Genetik dan Kebiasaan Olahraga Terhadap Kejadian Diabetes Melitus
Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan, Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat
“Hubungan Antara Pola Makan, Genetik dan Kebiasaan Olahraga terhadap
Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan,
Surakarta”.
C. Tujuan Penellitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pola makan, genetik dan kebiasaan
olahraga terhadap kejadian diabetes melitus tipe II di wilayah kerja
Puskesmas Nusukan, Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan hubungan pola makan terhadap kejadian diabetes
melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Nusukan, Surakarta.
b. Menjelaskan hubungan genetik terhadap kejadian diabetes melitus
tipe II di wilayah kerja Puskesmas, Surakarta.
5
c. Menjelaskan hubungan kebiasaan olahraga terhadap kejadian
diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Nusukan,
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Keilmuan dan Teori
Menambah ilmu terutama dalam kesehatan masyarakat yang
berhubungan dengan pola makan, genetik, kebiasaan olahraga dan
diabetes melitus tipe II.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan wawasan
bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan dalam hal
pemahaman mengenai pola makan, genetik dan kebiasaan olahraga
pada penderita diabetes melitus tipe II.
3. Bagi Penderita Diabetes dan Keluarga
Bagi penderita diabetes dan keluarga dapat memberikan gamabaran
mengenai pola makan dan kebiasaan olahraga, sehingga masyarakat
mampu mengetahui pola makan yang baik dan mengetahui manfaat
latihan fisik atau olahraga bagi penderita diabetes.
4. Bagi Peneliti
Untuk memproleh pengalaman dalam hal mengadakan riset sehingga
akan terpacu meningkatkan potensi diri sehubungan dengan pola
makan, genetik dan kebiasaan olahraga pada penderita diabetes,
khususnya diabetes melitus tipe II.
6
E. Keaslian Penelitian
1. Ekowati (2005), tentang Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula
Sewaktu pada Klien denga Diabetes Melitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Blora. Desain penelitian cross-sectional, pola
makan diketahui dengan menggunakan formulir food recall 24 jam,
kadar gula diukur glukosa digital secara acak atau sewaktu, dilakukan
2 kali sehari sebelum dicatat pola makannya. Hasil : responden dengan
kadar GDS normal 26,7% dan tidak normal 73,3%. Responden dengan
pola makan sesuai 30% dan tidak sesuai 70%. Data sinalisis dengan
chi-square, dengan α=0,05, df=0,32, berarti p > 0,05 yang artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan yang sesuai diet
dengan kadar GDS normal.
2. Wakhidah (2011), tentang Hubungan Pengetahuan Daftar Bahan
Makanan Penukar terhadap Asupan Makanan dan Kadar Glukosa
Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe II Rawap Inap di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta. Jenis penelitian iniadalah observasional
dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian adalah pasien
diabetes melitus tipe II yang dirawat inap di RS PKU Muhammadiyah
Surakara, analisa data dengan menggunakan uji Pearson Product
Moment dengan sampel sebesar 38 responden. Hasil : tingkat
pengetahuan pada sampel penelitian adalah 78,9% dalam kategori
kurang, 52,6% asupan energi defisit berat, 42,1% asupan protein
normal, 34,2% asupan lemak defisit berat, dan asupan karbohidrat
7
responden 63,3% defisit berat, 57,9% sampel penelitian mempunyai
kadar glukosa darah yang tidak terkendali. Sehingga tidak ada
hubungan antara pengetahuan daftar BMP dengan asupan makan
(asupan energi, energi karbohidrat, asupan protein dan asupan lemak)
dan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang daftar
BMP dengan kadar glukosa darah sewaktu.
3. Sartika (2013), tentang Hubungan Pola Makan dengan Kejadian
Penyakit Diabetes Melitus Tipe II. Penelitian ini bersifat deskriptif
analitik dengan rancangan cross-sectional (potong lintang). Metode
pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sample yaitu
sebanyak 80 orang di Poliklinik Interna BLU RSUP
Prof.Dr.R.D.Kandaou Manado, instrumen penelitian adalah kuesioner
penelitian yang terdiri dari 15 pertanyaan, dimana jawaban dari
pertanyaan tersebut akan dianalisa menggunakan uji chi-square ke
dalam program SPSS. Hasil : terdapat pada tingkat kepercayaan 95%
menunjukkan nilai p= 0,00, nilai p ini lebih kecil dari nilai α= 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan pola makan
dengan kejadian diabetes melitus tipe II di Poliklinik Interna BLU
RSUP Prof.Dr.R.D.Kandaou Manado
4. Wicaksono (2011), tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Diabetes Melitus Tipe II. Penelitian ini merupakan studi
epidemologi observasional analitik dengan melakukan pengamatan
terhadap subjek penelitian menggunakan metode studi kasus kontrol,
8
dengan pengambilan sampel secara purposive sample sebanyak 30
responden sebagai kasus dan 30 sebagai kontrol di Poliklinik Dalam
Rumah Sakit Dr.Kariadi. Pengolahan data dan analisis data dilakukan
dengan bantuan komputer SPSS for windows versi 15, data analisis
secara deskriptif dan analitik untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan terikat diuji dengan chi-square dan untuk
mengetahui masing-masing faktor risiko kejadian diabetes melitus tipe
II menggunakan Odd Ratio. Hasil : usia ≥ 45 tahun (OR= 3,0 ;95% CI
1,04-8,60) dan riwayat keluaga (OR= 42,3 ;95% CI 9,5-187,2).
Regresi logistik menunjukkan bahwa riwayat keluarga dan kebiasaan
merokok mempunyai pengaruh 75% terhadap diabetes melitus tipe II.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar